Senin, 06 Juni 2011

Produk Terdaur Ulang Sebenarnya Tak Ramah Lingkungan


TEMPO Interaktif, Jakarta - Kebanyakan kita berpikir benda-benda yang dapat didaur ulang, mulai dari kantong sampah sampai pembalut, sudah aman terhadap lingkungan. Soalnya, mereka didesain untuk hancur dan larut ke alam secara alami dengan cepat. Tapi, ilmuwan menemukan bahwa mereka sebetulnya tak benar-benar ramah lingkungan.

Ilmuwan di Fakultas Teknik Sipil, Konstruksi, dan Lingkungan, North Carolina State University, melakukan sebuah penelitian yang hasilnya dipublikasikan di Jurnal Environmental Science & Technologi edisi online pada akhir Mei lalu. Temuan mereka, produk yang bisa didaur ulang itu ternyata telah melepaskan gas rumah kaca, metana, saat mereka luruh ke dalam tanah.

Emisi itu terjadi, menurut penelitian, lantaran produk-produk itu didesain untuk luruh secara lebih cepat. Percepatan inilah yang menyebabkan proses luruh justru menghasilkan emisi.

Kepala penelitian itu, Morton Barlaz, dan koleganya, meneliti apa yang terjadi pada sampah makanan, kertas, koran, dan polimer terdaur-ulang yang dinamai PHBO yang ditanam di tanah urukan orang Amerika. Eksperimen model mereka menunjukkan bahwa material dengan angka peluruhan yang lebih tinggi ternyata membuang lebih banyak gas metana ke atmosfir.

"Semakin lambat gas terbentuk, semakin banyak ia disimpan di tanah," tutur Barlaz. "Itulah fungsi tanah urukan bekerja, sistem pengumpulan bekerja setelah sampah dikubur."

Selama masa antara, biasanya kira-kira dua tahun, lebih cepat proses peluruhan berjalan, lebih banyak metana yang dilepaskan. Menurut para peneliti, supaya produk daur ulang itu lebih ramah lingkungan, maka proses peluruhannya harus diperlambat dan lebih banyak metana yang dikumpulkan bukan dilepas.

Metana dari tanah urukan bisa menolong lingkungan. Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat  melaporkan bahwa sepertiga sampah yang dihasilkan Amerika Serikat dan dibuang ke tempat penimbunan telah menangkap metana dan digunakan untuk menghasilkan panas dan listrik. Sepertiganya terkubur di tanah dan sisanya terbuang ke angkasa.

DEDDY SINAGA | LIVESCIENCE

Tidak ada komentar:

Posting Komentar