Kamis, 27 Januari 2011

Kompas Tak Lagi Berkiblat ke Utara

  • SETELAH sejak awal Januari lalu ditutup, landas pacu utama di Bandar Udara Tampa International, Florida, kembali didarati pesawat terbang, Rabu pekan lalu. Namun dua landas pacu Tampa lainnya masih berhenti beroperasi hingga akhir bulan ini.
    Bandar udara paling sibuk di Florida, Amerika Serikat, ini berhenti beroperasi bukan karena letusan gunung berapi serupa Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, dua bulan lalu. Manajemen Tampa menutup bandaranya karena mengikuti perintah Administrasi Penerbangan Federal.
    Paul Takemoto, juru bicara Administrasi Penerbangan, mengatakan Bandara Tampa dan beberapa bandara kecil lain di Florida perlu ditutup untuk menghitung ulang akurasi sistem navigasinya. Dalam dunia penerbangan, akurasi merupakan harga mati. "Kami ingin angka-angkanya benar-benar pas," kata Takemoto.
    Pemandu arah Bandara Tampa bisa meleset karena jarum kompas tak lagi akurat. Jarum penunjuk arah di kompas yang selalu menunjuk ke utara perlu dihitung ulang karena kutub utara magnetik yang menjadi rujukan ternyata telah berpindah tempat. Lokasi kutub utara magnetik telah bergeser sedemikian jauh. Sepanjang sepuluh tahun terakhir, kutub utara magnetik ini bergeser sekitar 40 kilometer per tahun.
    Landas pacu utama di Tampa, yang semula bernomor 18R/36L-berarti 180 derajat dari arah utara dan 360 derajat dari selatan-harus bersalin nomor menjadi 19R/1L (190 derajat dari arah utara dan 10 derajat dari selatan). "Kutub utara terus bergerak. Ketika posisinya sudah berubah lebih dari tiga derajat, kami perlu menghitung ulang posisi landas pacu," kata Kathleen Bergen dari Administrasi Penerbangan.
    Pada Juli 2009, otoritas penerbangan Inggris menutup landas pacu utama Bandara Stansted di Essex, London, dengan pertimbangan serupa. Kejadian yang sama, kata Kepala Operasi Bandara Stansted, Trevor Waldock, baru akan berulang 56 tahun lagi.
    Demikian juga di Indonesia. Manajer Operasi Bandara Adisutjipto di Yogyakarta, Halendra W., mengatakan sistem navigasi di pelabuhan udara tersebut selalu dihitung ulang akurasinya oleh Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan setiap tahun. Seberapa besar dampak pergeseran kutub utara magnetik, menurut dia, yang pertama akan merasakan adalah juru mudi pesawat. "Sepanjang pilot tidak mengeluh, berarti masih laik," kata Halendra.
    l l l
    BANYAK jalan menuju kiamat ala layar Hollywood. Dalam film The Core yang tayang di layar bioskop tujuh tahun lalu, peradaban di muka bumi ini akan segera musnah karena inti bumi tak lagi berputar. Ketika inti bumi yang membara dan berada di kedalaman 3.000 kilometer berhenti berputar, planet ini kehilangan medan magnet yang melindunginya dari badai radiasi matahari.
    Josh Keyes, ilmuwan dari University of Chicago, yang diperankan aktor Aaron Eckhart, bersama timnya ditugasi pemerintah Amerika Serikat mengebor perut bumi hingga menembus inti planet ini untuk menanamkan muatan nuklir. Sentakan energi nuklir itu diharapkan membuat inti bumi kembali berputar. Tapi peristiwa ini hanya terjadi di The Core, yang disutradarai Jon Amiel. "Film itu hanya menggabungkan sekelumit fakta dengan sejumlah besar omong kosong," kata Larry Newitt, peneliti di Badan Survei Geologi Kanada.
    Berbeda dengan kutub utara terestrial (menjadi rujukan penentuan lokasi) yang statis, kutub magnet bumi memang terus berubah. The Core mungkin hanyalah khayalan Hollywood, tapi fakta bahwa medan magnet bumi terus melemah memang sungguh-sungguh terjadi. Diperkirakan setiap seratus tahun kekuatan magnetik bumi berkurang lima persen. "Kami tak berani menjamin, beribu-ribu tahun dari hari ini, medan magnet bumi itu masih ada di tempatnya," Mario Acuna, peneliti medan magnet planet di Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menujum, beberapa waktu lalu.
    Tak cuma berkurang kekuatannya, kutub magnet bumi terus beralih lokasi. Pelaut Inggris, James Clark Ross, menemukan kutub magnet utara pada 1831 di Cape Adelaide, Semenanjung Boothia, Kanada. Penjelajah Norwegia, Roald Amundsen, yang mengunjungi kutub utara magnetik 72 tahun kemudian, menemukan ternyata posisinya sudah bergeser 50 kilometer ke selatan. Namun kecepatan pergerakan dua kutub jauh berbeda. Kutub utara magnetik, yang saat ini berada di perairan Arktik di utara Kepulauan Ellesmere, Kanada, bergerak jauh lebih cepat dibanding pasangannya di ujung selatan.
    Kutub utara, menurut geofisikawan University of Washington, Ronald Merrill, berpindah posisi dengan kecepatan 40 kilometer per tahun. Saudaranya, kutub selatan, tak banyak beranjak, hanya bergeser lima kilometer setiap tahun. Dalam seabad terakhir, kutub utara sudah bergeser hingga 1.100 kilometer. "Dan terus bertambah cepat," ujar Newitt.
    Sepanjang abad ke-20, kecepatan rata-rata kutub utara bergeser hanya 10 kilometer setiap tahun ke arah barat laut, menjauhi perairan Arktik, dan semakin mendekati Siberia di Rusia (lihat infografis). Paleomagnetis-ahli sejarah magnet bumi-dari Oregon State University, Joe Stoner, bahkan memperkirakan kutub utara magnetik akan berada di Siberia dalam setengah abad mendatang.
    Apakah ramalan Stoner benar-benar akan terjadi, tak ada yang sanggup memastikannya. "Mungkin saja ini hanya rotasi sementara sebelum berputar balik ke arah Kanada," ujar Stoner. Perubahan kekuatan dan kecepatan bergerak kutub magnet ditentukan pergolakan inti bumi. Dinamika cairan logam superpanas dalam perut bumi yang biasa disebut geodinamo inilah yang mengatur medan magnet di utara dan selatan. Namun tak ada yang benar-benar tahu, kecuali kisah fiksi Josh Keyes di The Core, apa yang terjadi di kedalaman 3.000 kilometer perut bumi.
    Selama berpuluh tahun diteliti, lapisan-lapisan esnya dibor, kemudian diuji apa saja kandungan endapan dalam setiap lapisannya, kutub magnet bumi masih tetap merupakan sebuah misteri besar. Seandainya dapat menjangkau pun, tak ada makhluk yang bisa bertahan pada suhu sekitar 5.500 derajat Celsius di perut bumi. Tapi dari penelitian itu setidaknya dapat diketahui bahwa kutub utara magnetik tak selalu berada di utara. Dalam rentang jutaan tahun umur bumi, sudah ratusan kali kedua kutub magnet bumi bertukar posisi. Kutub utara loncat ke selatan dan sebaliknya. Itu berarti jarum kompas pun tak selalu menunjuk ke utara.
    Kejadian itu sudah begitu lama berlalu. Terakhir kali kedua kutub magnet bertukar posisi 780 ribu tahun lampau. Apakah melemahnya kekuatan magnet dan melonjaknya kecepatan pergeseran kutub utara merupakan pertanda awal pertukaran posisi kutub magnet? Joe Stoner meragukannya. "Saya tak melihat buktinya." Menurut dia, perubahan saat ini kemungkinan besar hanyalah siklus normal.
    Dan kalaupun kedua kutub benar-benar bertukar posisi entah berapa puluh tahun lagi, tak akan terjadi kiamat bagi kehidupan di bumi. "Kedua kutub berulang kali bertukar posisi di masa lampau, toh kehidupan tak berakhir," kata Glatzmaier, peneliti medan magnet bumi dari University of California, Santa Cruz.
    Sapto Pradityo (BBC, Tampa Tribune, PBS, NASA, NRC)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar