Kamis, 10 Maret 2011

Musim Kemarau Mulai Mei-Juni

Penulis: M Zaid Wahyudi | Editor: Tri Wahono
Rabu, 9 Maret 2011 | 15:53 WIB

 
KOMPAS/HERU SRI KUMORO Truk dan sepeda motor melintas di antara pohon yang meranggas di Jalan Raya Wonogiri-Pracimantoro, Jawa Tengah, Selasa (6/10/2010). Menggugurkan daun untuk mengurangi penguapan merupakan cara tanaman dalam bertahan hidup pada musim kemarau. Saat musim hujan, pohon akan kembali bersemi. 
 
JAKARTA, KOMPAS.com — Dari 220 zona musim di Indonesia, 60 persennya mulai masuk musim kemarau pada Mei atau Juni. Musim kemarau di sejumlah daerah justru maju pada Maret atau mundur pada Agustus.
"Awal kemarau ini rata-rata mundur dari kondisi normalnya selama 30 tahun terakhir karena masih adanya pergerakan uap air dari Samudra Pasifik. Pergerakan uap air itu pengaruh La Nina yang cenderung melemah," kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sri Woro B Harijono di Jakarta, Selasa (8/3/2011).
Daerah yang mengalami kemarau mulai Maret adalah tenggara Pulau Sumbawa, Kepulauan Solor dan Alor. Sementara yang kemaraunya baru pada Agustus adalah pesisir timur Kalimantan Timur dan pesisir timur Sulawesi Selatan.
Di Jawa, kemarau diawali dari pesisir timur dan selatan Jawa Timur, bagian utara Madura dan pantai utara Jawa Barat pada April mendatang. Untuk Jakarta, kemarau di Jakarta bagian utara dimulai pertengahan Mei dan Jakarta bagian selatan awal Juni.
"Setiap zona musim, awal musim dan kondisi kemaraunya berbeda-beda," ujarnya.
Indonesia memiliki 220 zona musim dan 73 zona nonmusim. Zona nonmusim itu tidak diprediksi cuacanya karena perbedaan antara musim kemarau dan hujannya tidak jelas. Hujan hampir selalu turun sepanjang tahun.
Daerah yang masuk zona nonmusim umumnya di sekitar garis khatulistiwa, pesisir barat Sumatera, pesisir Teluk Tomini, sebagian Maluku, sebagian besar Papua, serta sekitar Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Gunung Halimun.
Kemarau normal
Kepala Subbidang Peringatan Dini Iklim BMKG Erwin ES Makmur mengatakan, kemarau tahun ini diperkirakan normal, bukan kemarau basah yang banyak hujan seperti pada 2010. Perkiraan itu berlaku hingga tiga sampai empat bulan ke depan.
Peluang terjadinya kemarau ekstrem berkepanjangan kecil. Pola iklim selama ini setelah pengaruh El Nino diikuti La Nina. Iklim selanjutnya normal lagi. El Nino terakhir terjadi 2009 dan La Nina pada 2010. Artinya, jika pola iklim masih sama, kemarau 2011 akan normal.
Kemungkinan terjadinya kemarau basah juga kecil karena pengaruh La Nina berkepanjangan. Hingga beberapa tahun biasanya berulang 15-20 tahun sekali. Pengaruh La Nina berkepanjangan terakhir terjadi antara 1998 dan 2002.
"Walau musim kemarau, bukan berarti tidak akan ada hujan sama sekali," kata Erwin. Hujan tetap berpeluang terjadi dengan curah rendah yang dipicu pergerakan angin siklon mendekati khatulistiwa.
Topografi Indonesia yang beragam berpadu dengan sinar matahari yang berlimpah sepanjang tahun, serta faktor diapit dua samudra, membuat iklim Tanah Air sulit diprediksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar